Aki
Tirem sangat kuat untuk diperkenalkan sebagai cikal bakal Salakanagara.
Dijamannya hanya berpredikat setingkat penghulu, bukan berpangkat raja.
Aki Tirem dalam cerita rakyat Pandeglang
dikenal juga dengan landihan Aki Luhurmulya, atau Angling Dharma
(Hindu) dan naman Wali Jangkung (Islam). Namun penyebutan tokoh dengan
nama tersebut sering terdapat perbedaan, karena masyarakat ada juga yang
menyebut nama Prabu Angling Dharma atau Wali Jangkung kepada
Dewawarman. Bahkan Angling Dharma juga diakui berada di wilayah lain,
bukan Salakanagara.
Kemasygulan masyakarat terhadap tokoh Aki Tirem menyebabkan bertambah gelar-gelar yang ia terima. Nama Angling Dharma misalnya, hemat saya lebih tepat jika dilarapkan kepada Dewawarman, mengingat Prabu Angling Dharma dalam ceritanya digambarkan sebagai Raja, bukan penghulu. Demikian pula sosok Wali Jangkung, mengingat para pendatang dari India lebih memiliki sosok yang lebih tinggi dari para penduduk yang datang sebelumnya atau pribumi.
Kemasygulan masyakarat terhadap tokoh Aki Tirem menyebabkan bertambah gelar-gelar yang ia terima. Nama Angling Dharma misalnya, hemat saya lebih tepat jika dilarapkan kepada Dewawarman, mengingat Prabu Angling Dharma dalam ceritanya digambarkan sebagai Raja, bukan penghulu. Demikian pula sosok Wali Jangkung, mengingat para pendatang dari India lebih memiliki sosok yang lebih tinggi dari para penduduk yang datang sebelumnya atau pribumi.
Menurut Naskah Wangsakerta Aki Tirem
adalah putera Ki Srengga, Ki Srengga Putera Nyai Sariti Warawiri, Nyai
Sariti Warawiri puteri Sang Aki Bajulpakel, Aki Bajulpakel putera Aki
Dungkul dari Swarnabhumi bagian selatan kemudian berdiam di Jawa Barat
sebelah Barat, Aki Dungkul putera Ki Pawang Sawer, Ki Pawang Sawer
Putera Datuk Pawang Marga, Datuk Pawang Marga putera Ki Bagang yang
berdiam di swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang putera Datuk Waling yang
berdiam di Pulau Hujung Mendini, Datuk Waling putera Datuk Banda, ia
berdiam di dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang berasal
dari Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari negeri Yawana
sebelah barat.
Jika dipelajari lebih jauh lagi, naskah
Wangsakerta yang ditulis pada tahun 1677 M menceritakan, bahwa pendatang
dari Yawana dan Syangka yang termasuk kedalam kelompok manusia purba
tengahan (janma purwwamadhya) tiba kira-kira tahun 1.600 sebelum saka.
Kaum pendatang yang tiba di Pulau Jawa kira-kira antara 300 sampai
dengan 100 tahun sebelum saka. Mereka telah memiliki ilmu yang tinggi
(widyanipuna) dan telah melakukan perdagangan serbaneka barang. Para
pendatang ini menyebar ke pulau-pulau Nusantara.
Wangaskerta menjelaskan pula, : oleh
para mahakawi yang terlibat dalam penyusunan naskah Wangsakerta disebut
jaman besi (wesiyuga), karena mereka dianggap telah mampu membuat
berbagai macam barang dan senjata dari besi, yang lebih penting, mereka
telah mengenal penggunaan emas dan perak.
Sebenarnya bukan hanya berdagang, tetapi
merekapun merasuk kedesa-desa, seolah-olah semuanya milik mereka.
Pribumi yang tidak mau menurut atau menghadangnya segera dikalahkan.
Merekapun harus menjadi orang bawahan yang harus tunduk pada keinginan
mereka. Antara tahun 100 sebelum saka sampai awal tahun Saka masih
banyak kaum pendatang yang tiba dinusantara dari negeri-negeri sebelah
timu India yang juga telah memiliki pengetahuan yang tinggi.
Dari kisah ini dapat diambil kesimpulan,
bahwa pengambilan nama Salakanagara, atau Kotaperak, atau argyre memang
wajar dan sangat terkait dengan jaman tersebut, yang kisahkan oleh para
Mahakawi sebagai jaman besi (wesiyuga), jaman manusia di Nusantara
telah mengenal penggunaan besi dan perak sebagai perkakas. Sedangkan
kaum pendatang, seperti Dewawarman dari India datang ketempat tersebut
dimungkinkan untuk berdagang dan mencari perak.
Raja-raja Salakanagara
Raja raja Salakanagara menggunakan nama Dewawarman sesuai nama raja pertamanya, yaitu Dewawarman I., menurut sejarah merupakan salah seorang Pangeran dari Palawi, India selatan, sebelum menjadi menantu aki ia adalah duta negaranya di Pulau Jawa. Dewawarman.
Pertemuan klan Aki Tirem dengan
Dewawarman semula berazaskan pada kepentingan saling melindungi. Aki
Tirem ketika itu sebagai penghulu diwilayah Salakanagara, sedangkan
Dewawarman duta dari Palawa. Konon kabar menurut Naskah Wangsakerta,
Dewawarman selalu melindungi penduduk Salakanagara dari rongrongan para
perompak.
Kerjasama yang paling mengesankan bagi
kedua belah pihak ketika Pasukan Dewawarman dengan Aki Tirem menregap
rombongan perompak yang turun ke Salakanagara. Serta merta mereka dapat
dilumpuhkan. Sejak saat itu pasukan Dewawarman sering turun ke
Salakanagara, hingga suatu saat Dewawarman terpikat oleh putri Aki
Tirem, kemudian menikah. Demikian juga seluruh pasukan dan kerluarganya,
merekapun mengikuti jejak Dewawarman menikai putri-putri Salakanagara.
Ketika Aki Tirem sakit ia sudah berpesan
agar jika suatu saat meninggal maka Dewawarman yang diharapkan
menggantikan kedudukannya. Hingga tibalah Aki Tirem Wafat. Ada juga yang
mengisahkan Akti Tirem ketika digantikan Dewawarman belum wafat, namun
ia sengaja mengundurkan diri dari keramaian dunia dan pergi bertapa.
Dewawarman kemudian dinobatkan menjadi raja pertama Salakanagara, dengan
gelar Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara,
Sedangkan Dewi Pohaci diberi gelar Dwi Dwani Rahayu.
Penyerahan kekuasaan tersebut terjadi
pada tahun 122 M. Dan pada saat itu diberlakukan pula penanggalan Sunda
yang dikenal dengan sebutan Saka Sunda.
Dewawarman I berkuasa selama waktu 38
tahun sejak dinobatkan pada tahun 52 Saka atau 130 M. selama masa
pemerintahan ia pun mengutus adiknya yang merangkap Senapati, bernama
Bahadur Harigana Jayasakti untuk menjadi raja daerah di Mandala Ujung
Kulon. Sedangkan adiknya yang lain, bernama Sweta Liman Sakti dijadikan
raja daerah Tanjung Kidul dengan ibukotanya Agrabhintapura. Nama
Agrabhinta dimungkinkan terkait dengan nama daerah berada didaerah
Cianjur selatan, sekarang menjadi daerah perkebunan Agrabhinta, hanya
karena sulit diakses, daerah tersebut seperti menjadi daerah tertinggal.
Klan Dewawarman menjadi raja
Salakanagara secara turun menurun. Seperti Dewawarman II anak Dewawarman
dari perkawinan dengan Pohaci Larasati. Dalam catatan sejarah,
raja-raja Salakanagara yang menggunakan nawa Dewawarman sampai pada
Dewawarman IX. Hanya saja setelah Dewawarman VIII, atau pada tahun 362
pusat pemerintahan dari Rajatapura dialihkan keTarumanagara. Sedangkan
Salakanagara pada akhirnya menjadi raja bawahan Tarumanagara.
Wilayah Kekuasaan
Wilayah kekuasaan Salakanagara meliputi Banten, Jawa Barat bagian barat dan pulau-pulau didalam Wilayahnya. Sepanjang pantai Salakanagara dijaga Pasukan Dewawarman, termasuk pesisir Jawa Barat, Nusa Mandala atau Puilau Sangiang, Nusa Api dan pesisir Sumatra Bagian selatan. Bertujuan untuk menjaga keamanan dari gangguan perampok. Sebagai imbalannya, para pelaut tersebut diwajibkan membayar upeti.
Selama kejayaan Salakanagara memang
gangguan yang sangat serius datangnya dari para perompak. Hingga pernah
kedatangan perompak Cina. Namun berkat keuletan Dewawarman dengan
membuka hubungan diplomatik dengan Cina dan India pada akhirnya
Salakanagara dapat hidup damai dan sentausa.
Peninggalan Salakanagara
Selain adanya perkiraan jejak peninggalan Salakanagara, seperti batu menhir,. Dolmen dan batu magnet yang terletak di daerah Banten, berdasarkan penelitian juga ditemukan bahwa penanggalan sunda atau Kala Sunda dinyatakan ada sejak jaman Aki Tirem. Penanggalan tersebut kemudian dinamakan Caka Sunda. Perhitungan Kala Saka mendasarkan pada Matahari 365 hari) dan Bulan (354 hari). Masing-masing tahun mengenal taun pendek dan panjang.
Cikal Bakal Tarumanagara
Konon kabar pada tahun 270 Saka atau 348 Jayasinghawarman, seorang Maharesi dari Salankayana India, ia mengungsi karena daerahnya ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya. Daerah pengungsuiannya terletak di Wilayah dekat Citarum. Daerah tersebut masih termasuk wilayah kekuasaan Dewawarman VIII. Maharesi tersebut kemudian menjadi menantu Dewawarman VIII.
Setelah berselang lama, banyak penduduk
berdatangan dan menetap disana. Lama kelamaan daerah tersebut menjadi
Nagara (kota). Kemudian Jayasingawarman pun memperbesar kotanya hingga
menjadi sebuah kerajaan yang diberi nama Tarumanagara.
Jayasingawarman selain menjadikan
wilayah Salakanagara menjadi sebuah kerajaan iapun kemudian menjadi
rajadirajaguru yang memerintah kerajaan dan bergelar Jayasingawarman
Gurudarmapurusa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar